TintAMeraH.info-Kab.Tangerang|| Integritas korps Adhyaksa kembali diguncang skandal besar, Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan tiga oknum Jaksa yang bertugas di wilayah hukum Banten, sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Korea Selatan.
Kasus ini mencuat setelah rangkaian Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (17/12/2025).
Modus “Jual Beli” Keadilan, Ancaman Tuntutan Tinggi
Berdasarkan keterangan juru bicara KPK, Budi Prasetyo, praktik lancung ini terjadi saat korban berinisial CHL, WNA asal Korea Selatan, tengah menghadapi persidangan terkait kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Para oknum jaksa diduga memanfaatkan posisi mereka untuk mengintimidasi korban, modusnya cukup licin: korban diancam akan dijatuhi tuntutan pidana yang jauh lebih berat atau dilakukan penahanan jika tidak menyetorkan sejumlah uang.
“Modusnya antara lain ancaman pemberian tuntutan yang lebih tinggi dan ancaman dalam bentuk lainnya. Ini murni dugaan tindak pemerasan oleh aparat penegak hukum,” tegas Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (19/12)..
Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang masih melakukan pengecekan dan pendalaman terkait kasus ini.”Kami masih mencari tahu kebenaran informasinya. Di media sosial banyak sekali beredar kabar yang belum bersifat resmi,” kata Kasubsi II Bidang Intelijen Kejari Kabupaten Tangerang, Ilham Mauludy.
Daftar tersangka, dari pejabat Kejati hingga Ahli Bahasa
setelah dilakukan pemeriksaan intensif, Kejagung mengambil alih penanganan perkara dan menetapkan lima orang tersangka yang terdiri dari tiga aparatur sipil negara (ASN) Kejaksaan dan dua pihak swasta yang berperan sebagai perantara,
> RZ, Kepala Sub-bagian Daskrimti dan Perpustakaan Kejaksaan Tinggi Banten.
> HMK Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Kabupaten Tangerang.
> RV, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Tinggi Banten.
> RF: Oknum Pengacara (Pihak Swasta).
> MS: Ahli Bahasa (Pihak Swasta).
Respon Tegas Kejaksaan Agung
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, menyatakan bahwa penyidikan telah berjalan cepat dengan penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) sejak hari terjadinya OTT.
“Jaksa yang seharusnya profesional justru melakukan transaksi haram dan pemerasan. Kami tidak akan menoleransi pengkhianatan terhadap institusi,” ujar Anang. Kelima tersangka kini telah diamankan untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
Kolaborasi Lembaga: Pengambilalihan kasus dari KPK ke Kejagung menunjukkan koordinasi antar-lembaga, namun juga menjadi ujian bagi Kejagung untuk membuktikan transparansi dalam mengadili “orang dalam” sendiri.
Sentimen Internasional: Korban yang merupakan WNA asal Korea Selatan membuat kasus ini berpotensi mencoreng citra hukum Indonesia di mata internasional, terutama terkait kepastian hukum bagi investor atau warga asing.
Keterlibatan Ahli Bukti Adanya Konspirasi
Masuknya nama seorang “Ahli Bahasa” dalam daftar tersangka menunjukkan adanya dugaan konspirasi yang terstruktur untuk memanipulasi jalannya persidangan.










