Tintamerah-Kab. Garut|| Dugaan adanya pungutan liar (pungli) di SMK Negeri 1 Garut kecamatan Tarogong Kidul kabupaten Garut provinsi Jawa Barat cukup memprihatinkan, salah satu sekolah Menengah Kejuruan yang cukup Favorit dengan berbagai macam prestasi yang berhasil di raih hingga tingkat nasional, cukup membanggakan, hingga mampu meraih segudang prestasi di berbagai kompetensinya hingga menjadi rebutan siswa baru yang kuota di atas kebutuhan hingga ratusan di saat PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru)
Salah satunya siswa inisial EA, warga desa Jaya Waras kecamatan Tarogong Kidul kabupaten Garut, salah satu siswa yang terdaftar sebagai pemilik KIP, yg mendapatkan pelayanan pendidikan yang buruk di akhir masa jenjang penyelesaian proses belajar di SMK Negeri 1 Garut,
Setelah tamat Sekolah Menengah Pertama, EA adalah salah satu siswa yang berhasil di terima sebagai Siswa baru SMK Negeri 1 Garut, jalan Cimanuk Nomor 309 A kecamatan Tarogong Kidul kabupaten Garut provinsi Jawa Barat.
EA yang di terima melalui melalui jalur Zonasi pada tahun 2020, usai menyelesaikan jenjang pendidikan di SMK negeri 1 Garut pada bulan Juni 2023, hingga kini masih belum mendapatkan ijasah kelulusan, orang tuanya yang bekerja sebagai pekerja serabutan harus siap menghadapi konsekuensi yang cukup memberatkan ekonominya, karena adanya dugaan Pungli yang di kemas dengan modus SUMBANGAN atau DSP (Dana Sumbangan Pendidikan) yang harus di penuhi seluruh siswa baru yang telah di terima, dengan Nominal sekitar Rp. 4 juta.yang di bayarkan ke pihak SMK Negeri 1 Garut setelah menyelesaikan rangkaian proses administrasi PPDB, demi keinginan dan masa depan anaknya, orang tua EA sebut saja Arsad (bukan nama Aslinya-Red) yang di hubungi melalui telpon What’s App mengatakan,
” Saya terpaksa menyanggupi adanya pungutan sumbangan DSP dengan label Sukarela yang berbandrol 4 juta rupiah saat itu, sebagai orang tua, saya hanya bingung, yang akhirnya saya memberanikan diri untuk negosiasi jumlah nominal yg harus di bayarkan sebesar Rp. 2 juta, tapi di tanggapinya dengan menyebut,
“Kekurangannya di bayarkan dengan Cara Mengangsur hingga terpenuhi nominal 4 juta rupiah,” tutur orang tua EA menirukan tanggapan petugas dari pihak sekolah SMK Negeri 1 Garut. 16/5/2024
Setelah DSP di bayarkan 2 juta rupiah, dan sisanya akan di angsur, EA, mulai mengikuti berbagai macam jenjang proses pendidikan belajar mengajar kurikulum Merdeka, setelah kurang lebih 3 tahun mengikuti kegiatan belajar mengajar, EA di nyatakan lulus pada bulan Juni 2023,
Namun kebahagiaan EA kembali terusik lantaran tunggakan DSP yang harus di lunasi masih tersisa Rp. 1 850 000,-
Akibatnya kelulusan EA pada bulan Juni tahun 2023 tidak bisa menerima Ijasah sebagai bukti kelulusan dari SMK Negeri 1 Garut,
Tunggakan DSP yang terhutang Rp. 1 850 000,- belum terbayar, dan hingga saat ini Ijasah EA statusnya di duga masih tersandera oleh pihak SMK Negeri 1 Garut, dan kondisi yang sama juga menimpa beberapa siswa lainya, karena hal yang sama, yaitu tunggakan DSP yang masih berstatus terhutang, besarnya pun bervariasi.
Apakah seperti ini artinya sekolah yang berintegritas, ?! Ijasah siswa yang lulus tidak di berikan kepada siswanya, lantaran belum melunasi DSP ?? lantas kemana dana BOS dari APBN yang nilainya sekitar Rp. 1 500 000,- lebih per siswa tiap tahun, termasuk dana BOSDA, apalagi siswa EA adalah pemilik KIP (Kartu Indonesia Pintar) kemana fungsi pengawasan dari Disdik provinsi Jawa Barat ?!
Jika praktek dugaan pungutan liar yang di kemas dengan Dana Sumbangan Pendidikan (DSP) terus di praktekan, jelas akan menghambat amanat Konstitusi negara Republik Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa,
“Pihak sekolah bisa dijerat dengan Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (tipikor).
“Penyelenggara pendidikan yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,
“Tindakan seperti itu bisa dipidana dengan pidana atau Penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Tutur ketua Umum LSM PELOPOR Indonesia, Syafrudin SP.
Ia menegaskan, selama pungli itu melibatkan orang/manusia, maka mereka tetap bisa dijerat UU Tipikor. Bahkan, kalau melibatkan ASN tidak hanya dijerat UU Tipikor, tapi juga pasal penyertaan, yakni pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
yang menyebutkan,
“Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan,”
“Segala macam bentuk pungutan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan adalah pungutan liar.”
“Perbuatan tersebut bisa kena pasal pemerasan dalam jabatan, selama unsurnya yang sesuai dengan UU Tipikor bisa terpenuhi,” tegasnya.16/5/2024